PGN

Kinerja Keuangan PGN Kuartal III 2025 Tekan Laba Bersih, Analis Pilih Sikap Tahan Saham

Kinerja Keuangan PGN Kuartal III 2025 Tekan Laba Bersih, Analis Pilih Sikap Tahan Saham
Kinerja Keuangan PGN Kuartal III 2025 Tekan Laba Bersih, Analis Pilih Sikap Tahan Saham

JAKARTA - Mayoritas analis menilai saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) atau PGAS layak untuk dipertahankan (hold) setelah perusahaan melaporkan kinerja keuangan kuartal III tahun 2025. Hasil laporan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan namun penurunan laba bersih, sehingga prospek jangka pendek dinilai masih penuh tantangan.

Sepanjang Januari hingga September 2025, PGAS berhasil mencatat pendapatan sebesar US$2,92 miliar. Nilai tersebut tumbuh 3,78% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai US$2,82 miliar.

Meski pendapatan meningkat, beban pokok penjualan juga naik cukup signifikan hingga 8,59% year on year (YoY) menjadi US$2,42 miliar. Kondisi ini menekan profitabilitas perusahaan dan berdampak pada penurunan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk.

Laba bersih PGAS turun 9,68% menjadi US$237,89 juta dari posisi US$263,38 juta pada tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan bahwa tekanan biaya masih menjadi tantangan utama di tengah upaya menjaga kestabilan pasokan energi gas nasional.

Melansir data Bloomberg Terminal, sebanyak 15 dari 25 analis atau sekitar 60% memberikan rekomendasi hold untuk saham PGAS. Sementara itu, 9 analis (36%) memberikan rekomendasi beli (buy) dengan target harga Rp1.786, sedangkan 1 analis (4%) memilih untuk menjual (sell).

Tantangan Pasokan Gas dan Tekanan Biaya Produksi

Salah satu analis yang memberikan rekomendasi hold adalah Richard Jonathan Halim dari Ciptadana Sekuritas. Dalam riset yang diterbitkan pada 1 November 2025, Richard menilai PGAS masih menghadapi tantangan besar terkait pasokan gas pipa yang terus berkurang.

Kondisi tersebut memaksa perseroan meningkatkan porsi penggunaan gas alam cair (LNG) sebagai alternatif pasokan energi. Namun, langkah ini berpotensi menambah biaya operasional karena harga LNG umumnya lebih tinggi dibandingkan gas pipa.

“Meskipun pasokan LNG tambahan dan mekanisme swap dapat sedikit menutupi kekurangan, pelemahan di sektor hulu kemungkinan masih berlanjut karena produksi menurun dan biaya meningkat,” tulis Richard dalam risetnya. Ia menilai tekanan di sisi hulu dapat terus berlanjut hingga kuartal berikutnya.

Richard juga menyoroti bahwa efektivitas manajemen baru PGAS dalam mengeksekusi strategi diversifikasi pasokan dan integrasi infrastruktur akan menjadi faktor penentu kinerja di masa depan. Strategi ini akan memperkuat peran PGAS sebagai agregator gas nasional yang mampu menjaga kestabilan pasokan di tengah fluktuasi pasar.

Ciptadana Sekuritas akhirnya memutuskan untuk mempertahankan rekomendasi Hold dengan target harga Rp1.700 per saham. Menurut mereka, potensi risiko jangka pendek masih lebih besar dibandingkan peluang positifnya, meskipun valuasi dan tingkat dividen PGAS dinilai tetap menarik bagi investor jangka panjang.

Prospek Jangka Pendek: Fokus pada Efisiensi dan Optimalisasi

Pada sesi I perdagangan Selasa, 4 November 2025, harga saham PGAS ditutup menguat tipis 0,28% ke level Rp1.760. Secara year to date (ytd), saham PGAS telah tumbuh 10,69%, menunjukkan respons positif dari pasar meski kinerja laba belum optimal.

Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey, dalam riset tertanggal 3 November 2025, juga memberikan rekomendasi Hold untuk saham PGAS. Hanya saja, ia menetapkan target harga lebih tinggi di level Rp1.900 per saham.

Menurut Andhika, fokus PGAS dalam jangka pendek hingga menengah akan tertuju pada efisiensi rantai pasok (supply chain) dan optimalisasi aset midstream. Selain itu, peningkatan utilisasi jaringan gas nasional juga menjadi prioritas utama agar kapasitas terpakai bisa lebih maksimal.

Ia menjelaskan bahwa meskipun laba bersih perusahaan menurun, terdapat beberapa indikator operasional yang menunjukkan perbaikan signifikan. Misalnya, peningkatan throughput di sektor midstream dan downstream yang menunjukkan efisiensi pengelolaan distribusi gas.

Volume transmisi gas PGAS pada sembilan bulan pertama 2025 naik 6% YoY menjadi 1.622 MMSCFD. Sementara itu, aktivitas regasifikasi, termasuk Terminal Use Agreement (TUA), melonjak 19% YoY mencapai 254 BBTUD.

Peningkatan Kinerja Operasional di Tengah Penurunan Hulu

Selain itu, volume pengolahan LPG juga mencatat peningkatan signifikan sebesar 13% YoY menjadi 119 ton per hari. Peningkatan ini menunjukkan kinerja positif pada lini bisnis hilir yang semakin efisien dan produktif.

Namun, dari sisi hulu, produksi gas mengalami penurunan 16% YoY menjadi 16.892 BOEPD. Kondisi ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan dari lapangan migas Saka Energi Indonesia yang menjadi salah satu pemasok utama PGAS.

“Ke depannya kami menilai proyek PGAS masih bergantung pada pertumbuhan volume transmisi dan permintaan LNG domestik,” ujar Andhika. Ia menambahkan bahwa tekanan margin dari aktivitas niaga dan perdagangan LNG berpotensi berlanjut hingga akhir tahun 2025.

Meski menghadapi tekanan di hulu, PGAS tetap berkomitmen menjaga keandalan sistem distribusi energi di seluruh wilayah Indonesia. Langkah ini dilakukan agar kebutuhan gas nasional tetap terpenuhi dengan harga yang kompetitif.

Selain itu, perusahaan juga terus mendorong inovasi digital di sektor distribusi gas untuk meningkatkan efisiensi operasional. Optimalisasi teknologi diharapkan mampu menekan biaya distribusi dan memperkuat daya saing perusahaan di industri energi.

Investor Tetap Waspada, Prospek PGAS Jangka Panjang Masih Menarik

Kendati menghadapi tekanan margin dan tantangan pasokan, sebagian besar analis menilai prospek jangka panjang PGAS masih positif. Perusahaan dinilai memiliki aset infrastruktur gas yang kuat dan basis pelanggan yang luas, terutama di sektor industri dan komersial.

Diversifikasi bisnis juga menjadi langkah strategis yang diambil PGAS dalam menghadapi volatilitas pasar energi global. Melalui anak usaha dan sinergi dengan entitas Pertamina Group lainnya, PGAS berupaya memperkuat ketahanan pasokan serta memperluas portofolio bisnisnya.

Peningkatan kebutuhan energi bersih di Indonesia juga diprediksi akan menjadi katalis positif bagi PGAS dalam jangka panjang. Gas bumi dinilai masih akan menjadi sumber energi transisi penting sebelum beralih sepenuhnya ke energi baru terbarukan.

Dengan strategi efisiensi, optimalisasi rantai pasok, dan sinergi BUMN, PGAS diharapkan mampu menjaga kestabilan kinerja pada kuartal mendatang. Investor pun diimbau tetap mencermati perkembangan harga LNG global dan kebijakan energi nasional yang dapat memengaruhi margin keuntungan perusahaan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index