JAKARTA - PT Betonjaya Manunggal Tbk. (BTON) mencatatkan penurunan kinerja penjualan hingga kuartal III/2025. Namun, di tengah tekanan pasar tersebut, laba bersih perseroan justru meningkat berkat keuntungan dari pergerakan nilai tukar.
Direktur Betonjaya Manunggal, Andy Soesanto, menyampaikan bahwa hingga 30 September 2025, perusahaan membukukan penjualan bersih sebesar Rp87,7 miliar. Angka itu turun 9,87% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp97,3 miliar.
Kendati penjualan menurun, laba bersih BTON naik menjadi Rp15,9 miliar hingga kuartal III/2025. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka tersebut meningkat dari Rp12,1 miliar pada periode yang sama tahun 2024.
Andy menjelaskan bahwa kenaikan laba bersih tersebut tidak lepas dari faktor kurs yang memberikan keuntungan selisih nilai tukar. “Penjualan dan laba kotor mengalami tekanan, tetapi laba bersih naik karena adanya pengaruh kurs,” ujar Andy.
Komposisi Produk Alami Perubahan
Dari sisi komposisi produk, Andy memaparkan bahwa hingga September 2025, penjualan besi beton sebagai kontributor utama tercatat menurun. Nilainya turun dari Rp52,44 miliar pada 2024 menjadi Rp45,42 miliar pada tahun ini.
Produk waste plate juga mengalami penurunan cukup signifikan. Pada tahun lalu, segmen tersebut mencatatkan penjualan Rp35,12 miliar, sementara pada 2025 hanya mencapai Rp21,19 miliar.
Sebaliknya, segmen missroll dan produk lainnya justru menunjukkan peningkatan tajam. Penjualannya naik dari Rp9,74 miliar pada 2024 menjadi Rp21,10 miliar pada 2025. Volume penjualan juga meningkat dari 1.851 ton menjadi 4.158 ton.
Menurut Andy, pencapaian ini menunjukkan adanya diversifikasi yang lebih baik terhadap produk turunan meski pasar besi beton sedang lesu. “Kami terus berupaya menjaga keseimbangan komposisi produk agar dapat menyesuaikan dengan kondisi pasar,” ujarnya.
Target Kinerja dan Strategi Perusahaan
BTON menargetkan penjualan pada 2025 mencapai Rp135 miliar dengan margin laba bersih di kisaran 3% hingga 5%. Hingga akhir September 2025, realisasi penjualan baru mencapai sekitar 65% dari target yang ditetapkan.
Menariknya, laba bersih sudah menembus 18,13% dari total penjualan yang berhasil dicapai sejauh ini. Hal ini menunjukkan efisiensi internal yang mulai memberikan hasil positif bagi perseroan.
Andy menambahkan bahwa BTON tetap berupaya mempertahankan stabilitas operasional di tengah tantangan industri baja nasional. “Kami akan menjaga efisiensi produksi dan memperkuat hubungan dengan pelanggan utama untuk mendukung pencapaian target hingga akhir tahun,” jelasnya.
Tantangan Bahan Baku dan Regulasi Industri
Salah satu hambatan utama yang dihadapi BTON adalah keterbatasan pasokan bahan baku. Ketergantungan perusahaan pada waste plate dari perusahaan afiliasi, PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. (GDST), membuat fleksibilitas produksi menjadi terbatas.
Selain itu, Andy mengungkapkan bahwa regulasi pemerintah terkait impor bahan baku scrap (besi tua) juga memberikan tekanan tambahan. “Pemerintah memperketat impor skrap karena isu radioaktivitas. Padahal 80%–90% industri besi beton di Indonesia mengandalkan skrap untuk peleburan,” paparnya.
Kebijakan tersebut menyebabkan pasokan bahan baku menjadi lebih terbatas dan berdampak pada kenaikan harga produksi. Hal ini membuat industri baja domestik semakin berhati-hati dalam menentukan strategi pembelian bahan baku.
Di sisi lain, kewajiban pemasangan sistem pemantauan emisi seperti CEM (Continuous Emission Monitoring) dan HPM/RPM juga menambah beban investasi baru. “Regulasi ini baik untuk keberlanjutan lingkungan, namun dari sisi industri, hal tersebut menambah biaya di tengah pasar yang belum sepenuhnya pulih,” jelas Andy.
Upaya Efisiensi dan Rencana Ekspansi
Meski menghadapi banyak tantangan, Betonjaya Manunggal tetap menunjukkan komitmen dalam menjaga kinerja dan keberlanjutan bisnis. Perusahaan berfokus pada strategi efisiensi untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.
Langkah lain yang ditempuh adalah menjaga hubungan dengan pelanggan utama dan memperluas jaringan pasar ekspor. Dengan cara ini, BTON berharap bisa mengurangi ketergantungan pada pasar domestik yang cenderung fluktuatif.
Selain itu, perseroan juga terus mengeksplorasi peluang pengadaan bahan baku yang lebih kompetitif. “Kami berupaya mencari alternatif sumber bahan baku agar rantai pasok tidak terganggu, sekaligus menjaga margin tetap positif,” kata Andy.
Prospek Industri dan Komitmen Jangka Panjang
Industri baja nasional masih menghadapi berbagai tekanan, terutama dari faktor eksternal seperti perlambatan global dan kebijakan perdagangan internasional. Namun, Betonjaya Manunggal melihat peluang jangka panjang tetap terbuka lebar.
Dengan dukungan permintaan dari sektor infrastruktur dan properti yang terus meningkat, kebutuhan terhadap besi beton akan tetap tinggi dalam jangka menengah. Perusahaan optimistis bahwa pemulihan ekonomi domestik akan mendorong peningkatan permintaan baja secara bertahap.
Andy menegaskan bahwa BTON akan terus memperkuat fondasi bisnisnya melalui efisiensi, inovasi, dan penguatan tata kelola perusahaan. “Kami akan fokus menjaga kinerja agar tetap sehat dan berdaya saing di tengah dinamika pasar yang terus berubah,” tutupnya.